Kamis, 16 Mei 2013

pantai kondang merak, malang








Jerami Amoniasi








“Jerami Amoniasi”

Oleh :
JONI SETIAWAN
(0910550195)



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
20
10



 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi pengolahan pakan merupakan dasar teknologi untuk mengolah limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri dalam pemanfaatannya sebagai pakan. Pengolahan pakan disini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, utamanya efektifitas cerna, utamanya untuk ternak ruminansia serta peningkatan kandungan protein bahan. Beberapa alternatif pengolahan dapat dilakukan secara fisik (pencacahan, penggilingan dan atau pemanasan), kimia (larutan basa dan atau asam kuat), biologis (mikroorganisme atau enzim) maupun gabungannya. Pengolahan cara fisik dan biologis memerlukan tenaga dan investasi yang cukup tinggi dan dalam skala besar, sering kali menjadi tidak berjalan. Cara kimia dengan “amoniasi” dirasa merupakan cara yang paling tepat dalam pengolahan ini, karena mudah dilakukan, murah, tidak mencemari lingkungan dan sangat efisien.

Potensi jerami padi, khususnya di Indonesia (pulau Jawa) sangat besar. Pada musim hujan para peternak tradisional dapat memberi sapinya dengan hijauan segar yang berlimpah, namun pada musim kemarau (paceklik) sebagian besar petani peternak memberi pakan ternaknya dengan jerami tanpa diolah. Meskipun jerami ini dapat di makan oleh sapi, namun sebagian tidak tercerna dan tidak akan menjadikan gemuk bagi ternaknya. Hal ini dikarenakan jerami padi mempunyai serat kasar yang tinggi (35 – 40%) dan protein yang rendah (3 – 4%). Dengan produksi lebih dari 26 juta ton pertahun (di Indonesia), maka sangatlah sayang kalau potensi jerami ini diabaikan.
1.2 Rumusan Maslah
·         Bagaimana menyediakan pakan ternak pada musim kemarau?
·         Bagaimana membuat jerami amoniasi?
·         Apa saja kandungan jerami padi?
1.3 Tujuan 
·         Mengetahui cara memanfaatkan jrami padi untuk pakan sapi.
·         Mengetahui kandungan jerami amoniasi.


 


BAB II
PEMBAHASAN
Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak kerap dilakukan di daerah tropik, terutama pada musim kemarau. Tapi penggunaannya itu mengalami kendala berupa nilai nutrisi yang rendah. Mulai dari kandungan nitrogen, kalsium, hingga fosfor. Sebaliknya, kandungan serat kasar(lignin, selulosa, dan silica) justru tinggi, sehingga mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas.
Kandungan gizi jerami padi terdiri atas protein kasar 4,5 %, serat kasar 35 %, lemak kasar 1,55 %, abu 16,5 %, kalsium 0,19 %, fosfor 0,1 %, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43 %, energi DE (Digestible Energ y) 1,9 kkal/kg, dan lignin yang sangat tinggi.
Jika jerami padi langsung diberikan kepada ternak, maka daya cernanya rendah dan proses pencernaannya lambat, sehingga total yang dimakan per satuan waktunya menjadi sedikit.
Saat ini pemerintah masih mengimpor daging sapi dari Australia dan Selandia Baru. Sedangkan tawaran impor daging sapi dari Brazil ditolak berbagai lembaga seperti HKTI, KTNA, GKSI,dan Dekopin, karena dikhawatirkan tidak terbebas dari penyakit mulut dan kuku atau PMK.
Target pemenuhan swasembada daging pada tahun 2010 dilakukandengan program percepatan pencapaian swasembada daging sapi. Tahun ini, Departemen Pertanian mengembangkan sapi sebanyak 1 juta ekor. Tentu saja hal ini memerlukan pakan yang banyak dan berkualitas.
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak sapi potong, kambing, dan domba, agar dapat berdayaguna dan berhasilguna diperlukan suatu teknologi yang sederhana dan mudah dalam mengerjakannya, tetapi tetap berkualitas. Teknologi tersebut antara lain melalui amoniasi. Amoniasi merupakan teknik perlakuan kimiawi dengan penambahan unsur N dari urea yang ditambahkan pada jerami, sehingga terjadi poses perombakan struktur jerami yang keras menjadi struktur jerami yang lunak, untuk meningkatkan daya cerna (digestibility) dan meningkatkan jumlah jerami yang dimakan (feed intake) oleh sapi.
Prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam jerami. Amoniasi dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering. Cara basah yaitu dengan melarutkan urea ke dalam air kemudian baru dicampurkan dengan jerami. Sedangkan cara kering ureanya langsung ditaburkan pada jerami secara berlapis. Pencampuran urea dengan jerami harus dilakukan dalam kondisi hampa udara (an-aerob) dan dibiarkan/disimpan selama satu bulan. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silica yang terdapat pada jerami, karena lignin, selulosa, dan silica merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami.
Proses Amoniasi
Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah mencari teknologi pakan yang mudah, murah, dan ekonomis. Amoniasi merupakan salah satu pilihan terbaik. Prinsip amoniasi adalah penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan dalam jerami. Amoniasi bisa dilakukan dengan cara basah dan kering.
Bahan –bahan :
• 15 kg jerami padi (kering udara)
• 870 gram urea
• 5 liter air

  Peralatan :
• Timbangan
• 1 (satu) lembar plastik (180x200 cm) untuk mencampur
• 1 (satu) lembar plastik kantong (100 x 150 cm) rangkap atau drum bekas
• 1 (satu) ember
• 1 (satu) alat pengaduk

Langkah kerja

a.    Kantong plastik langsung dilapis dua dengan cara memasukkan lembar pertama ke dalam lembar kedua. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan plastik agar tidak bocor. Bila menggunakan drum, tidak perlu dilapis plastik.
b.    Seluruh jerami dimasukkan dalam kantong plastik atau drum
c.    Larutkan urea dengan mencampur 870 gram ke dalam ember yang berisi 5 liter air, diaduk-aduk sampai semua urea larut.
d.   Siram dan campurkan larutan urea tersebut (sedikit demi sedikit) pada jerami yang ada di dalam kantong plastik atau drum, diaduk-aduk dan sedikit dibolak-balik sampai merata seluruhnya. Kemudian jerami di dalam plastik atau drum dipadatkan (sesuai kekuatan plastik atau drum).
e.    Selanjutnya tutup (ikat) dulu lapisan plastik pertama pada bagian atasnya, kemudian baru lapisan plastik ke dua. Kantong plastik atau drum ini dapat disimpan pada tempat yang aman. Bila menggunakan drum maka permukaan drum ditutup dengan plastik rangkap dua.
f.     Setelah 4 minggu, amoniasi jerami padi dapat dibuka. Sebelum diberikan ternak jerami padi amoniasi tersebut harus diangin-anginkan selama 1- 2 hari (sampai bau menyengat amoniak hilang).
Amoniasi dapat meningkatkan kualitas gizi jerami agar dapat bermanfaat bagi ternak. Proses ini dapat menambah kadar protein kasar dalam jerami. Kadar protein kasar diperoleh dari amonia yang terdapat dalam urea.
Amonia berperan memuaikan serat selulosa. Pemuaian selulosa akan memudahkan penetrasi enzim selulase dan peresapan nitrogen, sehingga meningkatkan kandungan protein kasar jerami.
Jerami yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan jerami yang tidak diamoniasi. Sebab kandungan senyawa karbohidrat yang sederhana menjadi lebih besar.
Amoniasi juga sangat efektif untuk membebaskan jerami dari kontaminasi mikroorganisme dan menghilangkan aflatoksin yang ada di dalamnya. Penggunaan teknologi amoniasi perlu dikembangkan dan ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan, agar program pencapaian swasembada daging dapat tercapai dan terealisasi.Pengembangan secara intensif perlu dilakukan agar bisa lebih memberdayakan sumber daya lokal dan menghindari ketergantungan impor makanan ternak.
 Jerami padi yang telah diamonasi mempunyai kandungan protein menjadi 2 x lipat (dari 4% menjadi 9,5%) tau meningkat 100%. Kecernaan in vitro meningkat dari 36% menjadi 73%, produksi VFA dan NH3 meningkat cukup signifikan karena adanya peningkatan kecernaan dan kadar protein dari bahan pakan yang diamoniasi. Dalam keadaan tertutup (plastik belum dibuka/ dibongkar), bahan pakan yang diamoniasi dapat tahan lama.

 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·         Jerami amoniasi merupakan cara pengolahan limbah pertanian sehingga dapat memanfaatkan untuk pakan ternak
·         Jerami amoniasi memiliki nilai nutrisi yang lebih baik dibanding jerami biasa dan memiliki kecernaan yang baik
3.2 Saran
Harapan ke depan agar wilayah yang menghasilkan banyak limbah pertanian seperti jerami dapat menerapkan teknologi jerami amoniasi, karena mengingat manfaat yang banyak dan tidak memerlukan keterampilan khusus untuk menerapkannya.



 DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2008. Amoniasi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak.

Rahadi, syam. 2011. Teknik Amoniasi Urea Jerami Padi Sebgai Pakan Ternak.
Suroso.2010.  Kandungan Jerami Padi.




Selasa, 14 Mei 2013

lesitin telur



PENDAHULUAN
Lesitin adalah komponen fosfolipida utama berbagai membrane sel, lesitin sering digunakan sebagai fosfolid utama pada pembuatan liposom. Pada suhu yang berbeda membrane lesitin akan mengalami perubahan dari suatu fase ke fase yang lain. Pada susu yang tinggi membran lesitin akan berubah dari fase padat atau gel menjadi fase Kristal-cair.
Lesitin digunakan secara komersil untuk keperluan pengemulsi dan atau pelumas, dari farmasi hingga bahan pengemas. Dalam aplikasinya, lesitin berada dalam kuning telur dan paling sering digunakan sebagai agen emulsifier yang dapat mencampur minyak dan air, seperti pada mayones. Hal tersebut dapat terjadi karena lesitin mempunyai kepala yang bersifat hidrofilik dan ekor yang bersifat hidrofobik.
Lesitin pada telur didominasi oleh kandungan fosfatidil kolina yang tinggi, gliserolfosfolipid, rantai panjang asam lemak tak jenuh, asam arakidonat, dan kandungan DHA yang tidak terdapat pada sumber lesitin lainya (seperti kacang-kacangan).
Salah satu pemanfaatan lesitin pada produk pangan adalah untuk cookies. Cookies adalah makanan ringan yang digemari dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Lesitin pada cookies dapat memperbaiki teksturnya sehingga lebih lembut. Hal ini sesuai pendapat Hartomo dan Widiatmoko (1993), bahwa lesitin dapat digunakan pada cookies untuk memperbaiki tekstur.

Rumusah Masalah
1.      Bagaimana proses pembuatan cookies ?
2.      Bagaimana analisa organoleptik dan daya patah cookies ?
3.      Bagaimana pengaruh kosentrasi lesitin yang berbeda pada kualitas cookies ?

 
Tujuan
1.      Untuk mengetahui  proses pembuatan cookies.
2.      Untuk mengetahui analisa organoleptik dan daya patah cookies .
3.      Untuk mengetahui  pengaruh kosentrasi lesitin yang berbeda pada kualitas cookies ?
 

3.1  Proses Pembuatan Cookies
Cookies atau kue kering dapat digolongkan menjadi jenis adonan dan jenis busa. Yang tergolong jenis adonan misalnya kue kering manis, sedangkan contoh dari jenis busa misalnya sponge dan cake.
Bahan untuk membuat kue kering terdiri atas bahan penikat seperti jaung, air, susu bubuk, telur dan bahan pelembut seperti gula, shortening atau magarin, bahan pengembang (soda kue dan baking powder) dan kuning telur. Keempukan dan kelembutan kue kering (cookies) ditentukan oleh terutama tepung terigu, gula dan lemak.

Tahapan pembuatan.
1.       Bahan-bahan ditimbang dengan formulasi yang telah ditetapkan.
2.       Gula halus, kuning telur, lesitin dan susu skim, dicampur dengan mixer hingga membentuk krim dengan mixer berkecepatan tinggi, dengan waktu selama 10 menit.
3.       Tepung beras merah, tepung tempe kacang tanah, dan tepung maizena, ditambahkan ke dalam adonan sambil dicampur dengan mixer dengan berkecepatan sedang selama 5 menit.
4.       Loyang kue yang telah diolesi dengan margarin disiapkan, kemudian adonan dicetak di atas loyang dengan ukuran tebal 3mm, dan diameter 4 cm.
5.       Adonan yang telah dicetak dipanggang ke dalam oven dengan suhu 1700C, selama 20 menit.
 

3.2  Analisa Daya Patah dan Organo Leptik Cookies

Daya Patah.
Nilai daya patah yang semakin tinggi ditandai dengan produk semakin keras, sedangkan nilai daya patah yang rendah ditandai dengan produk tersebut lunak. Pada cookies yang memiliki kandungan tepung beras yang tinggi, maka memiliki nilai daya patah yang tinggi, karena kandungannya adalah amilosa. Amilosa merupakan struktur pati dalam karbohidrat, yang berpengaruh terhadap tekstur bahan makanan. Amilosa yang terdapat di dalam beras merah memiliki nilai sekitar 20%, hal ini dapat menyebabkan pengaruh terhadap daya patah produk. Amilosa merupakan struktur yang tidak bercabang.
Kandungan amilosa dan amilopektin pada jenis beras akan mempengaruhi lengket tidaknya beras. Semakin rendah amilosanya, maka kandungan amilopektinnya akan semakin tinggi, dan menghasilkan beras yang lengket. Sebaliknya beras yang hasilnya tidak terlalu lengket berasal dari kandungan amilosa yang sedang. Ketika kandungan amilosa meningkat, menunjukkan bahwa kandungan airnya tinggi, sehingga untuk daya patahnyabernilai rendah. Sedangkan ketika kandungan amilosa beras lebih kecil, menandakan bahwa kadar airnya bernilai besar, dan daya patahnya adalah rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2002), bahwa kandungan amilosa pada beras, akan menentukan tingkat kepulenan beras tersebut. Beras dengan kandungan amilosa yang kecil, maka hasilnya adalah nasi yang lekat.

Analisa Organoleptik
Rasa
Pengaruh konsentrasi lesitin yaitu penggunaan lesitin yang berlebihan menghasilkan rasa yang sedikit pahit, namun dalam hal ini pengaruh tersebut tidak tampak karena konsentrasi yang terdapat di dalam cookies sangat kecil. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993), penambahan lestin pada produk pangan bisa mencapai 0,3% dari jumlah tepung dan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa makanan kering.
Rasa juga sangat dipengaruhi oleh bahan bahan lain, Pada tepung tempe kacang tanah, mengandung flavor kacang-kacangan, sehingga menghasilkan rasa yang khas. Sedangkan pada beras merah memiliki rasa yang sedikit sepah.

Aroma
Aroma yang terdapat pada tepung tempe kacang tanah ini menyebabkan cookies memiliki aroma khas kacang tanah. Aroma tersebut timbul sama halnya ketika kacang tanah dipanggang, yaitu timbulnya aroma kacang yang sedikit gosong. Aroma ini timbul akibat reaksi maillard yang menghasilkan aroma dan warna yang khas pada makanan yang dipanggang. Menurut Apriyantoro (2009), reaksi maillard akan menimbulkan warna dan aroma yang khas pada produk, terutama dengan produk yang menggunakan kacang-kacangan sebagai bahan utama maupun bahan tambahannya.
Warna
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi warna pada cookies. Faktor-faktor tersebut, antara lain warna yang terdapat dalam bahan baku seperti beras merah, tempe kacang tanah dan juga lesitin, serta reaksi yang terjadi pada saat proses pemanggangan, yang dapat merubah warna dengan terjadinya reaksi-reaksi antara senyawa bahan makanan, seperti warna coklat yang berasal dari reaksi maillard dan juga karamelisasi.
Kebanyakan orang lebih memilih warna cookies yang lebih cerah, yang berasal dari cookies dengan kandungan tepung beras merah 80%. Warna tersebut berasal dari antosianin yang terdapat pada beras merah. Sehingga ketika terjadi penambahan proporsi tepung beras merah, maka kecenderungan kecerahan akan meningkat dan mempengaruhi warna cookies, sehingga panelis menyukai produk dengan warna yang lebih cerah. Menurut Kumalaningsih (2006), antosianin merupakan sekelompok zat berwarna kemerahan yang larut di dalam air, dan bersumber dari tanaman seperti bunga, buah, atau sayur. Antosianin memiliki pigmen berwarna merah, oranye, ungu atau biru.

2.3 Pengaruh Penggunaan Lesitin yang Berbeda
            Penggunaan lesitin yang berbeda menghasilkan cookies yang berbeda pula. Kosentrasi lesitin yang digunakan dapat 0,2% samapai 5%. Lesitin ditambahkan untuk memperbaiki tekstur dari cookies. Sesuai dengan pendapat Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993), lesitin dapat digunakan pada cookies untuk memperbaiki tekstur. Semakin tinggi kosentrasi lesitin yang digunakan (5%) akan menghasilkan tekstur yang lebih lunak, namun berpenaruh pada rasa, karena akan menghasilkan rasa yang pahit pada cookies.