Selasa, 14 Mei 2013

Penyamakan Kulit



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kelinci adalah ternak yang memiliki bulu eksotis. Kelinci banyak dibudayakan di Indonesia baik sebagai usaha utama maupun sampingan. Pada mulanya kelinci dibudidayakan untuk diambil dagingnya, namun dewasa ini kelinci juga diambil hasil sampingnya berupa kulit dan bulu kelinci sebagai bahan samak.
Kulit kelinci sebagai hasil samping memiliki nilai potensial dalam menghasilkan kulit bulu. Kulit kelinci ini dapat digunakan digunakan sebagai produk jadi yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Mustakim, Imam T, Ipik AR, 2007)
Kulit-bulu kelinci mentah rentan terhadap pembusukan yang menyebabkan produk tersebut mudah rusak. Penyamakan kulit merupakan salah satu solusi yang bisa diterapkan untuk pengawetan bulu kelinci. Proses penyamakan pada kulit kelinci dimaksudkan untuk memperoleh kulit yang tidak mudah rusak dan kuat (Mustakim, Aris SR, Lisa P, 2007)
Kulit kelinci dapat disamak dengan beberapa metode berdasarkan bahan penyamaknya, antara lain penyamakan nabati, penyamakan mineral, penyamakan minyak dan penyamakan secara sintetik.
Penyamakan kulit bulu secara nabati menggunakan tannin dan mimosa dapat menghasilkan kulit samak yang berwarna coklat muda dan mimosa memiliki penetrasi yang baik pada kulit berbulu. Penggunaan mimosa sebagai bahan samak nabati pada kulit samak bulu dengan tingkat konsentrasi yang berbeda mampu menghasilkan kualitas yang berbeda pula.
Penyamakan kulit berbulu juga dapat dilakukan dengan metode chrome. Penyamakan dengan menggunakan bahan samak chrome untuk kulit bulu dilakukan untuk memperoleh kulit bulu yang tahan lama, kuat, lemas, tahan terhadap air mendidih dan penyerapan airnya kurang. (Mustakim dkk,2007)

1.2  Rumusan Masalah
a.       Bagaimana proses pengolahan kulit kelinci dilakukan?
b.      Bagaimana kualitas penyamakan kulit bulu dengan metode crome pada tingkat yang berbeda terhadap kekuatan kulit samak?
c.       Bagaimana kualitas penyamakan kulit bulu kelinci dengan metode nabati pada prosentase tannin yang berbeda terhadap kelenturan, dan kekuatan kulit samak?

1.3  Tujuan
a.       Untuk mengetahui proses pengolahan kulit kelinci
b.      Untuk mengetahui kualitas kulit bulu samak dengan metode crome pada tingkat yang berbeda terhadap kekuatan kulit samak
c.       Untuk mengetahui kualitas kulit bulu samak kelinci dengan metode nabati pada prosentase tannin yang berbeda terhadap kelenturan, dan kekuatan kulit samak.

 
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit kelinci yang segar merupakan media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya mikroorganisme, oleh karena itu setelah ditanggalkan dari hewannya harus segera dilakukan penyamakan, namun popularitas daging kelinci yang masih rendah dan skala pemeliharaan yang kecil menyebabkan masih rendahnya ketersediaan kulit kelinci dan sulitnya kontinuitas penyediaannya, sehingga tidak ekonomis untuk segera melakukan proses penyamakan (Kusmajadi, 2009).
Metode penyamakan dan pengawetan berpengaruh terhadap kematangan kulit, kuat mulur, dan kekenyalan kulit, sedangkan sifat organoleptik yaitu kepadatan bulu, kerontokkan bulu, kilapan bulu dan penampilan bulu hanya dipengaruhi oleh faktor pengawetan. Kuat tarik kulit tidak dipengaruhi oleh metode penyamakan, pengawetan ataupun oleh interaksi keduanaya. Kualitas kulit samak bulu dengan penyamakan khrom lebih baik dari penyamakan formalin. Kulit mentah segar yang langsung diproses/disamak menghasilkan kulit jadi dengan mutu yang baik, pengawetan garam/penggaraman memberikan hasil kulit jadi yang mendekati hasil kulit mentah segar (Sasanadharma, 1992).
Kulit bulu memerlukan perhatian yang lebih daripada kulit lain karena kerusakan sedikit saja dapat menyebabkan lepasnya bulu dan menjadi botak. Pisau pengulitan harus berbentuk bundar dan ujungnya harus tumpul. Pengulitan harus segera dilakukan, sebaiknya sewaktu hewan masih hangat. Pemompaan ialah cara yang paling baik karena caraini  menimbulkan kerusakan yang terkecil terhadap bulu (Judoamijojo,1981).
Hasil yang baik dapat diperoleh bila bulu sampai di pabrik penyamakan dalam keadaan segar dan dalam waktu empat jam setelah pengulitan. Tetapi pada umumya keadaan tersebut hampir tidak pernah tercapai  maka digunakan bahan pengawet sementara, seperti penggaraman. Pertama-tama kulit harus dicuci bersih untuk membuang semua darah, kemudian dihamparkan di meja atau lantai dan taburi garam hingga merata. Bagian perut dilipat kedalam hingga saling bertemu. Kulit lalu digulung dengan permukaan bulu keluar dan digulung dari kepala sampai ekor dan diikat dengan baik agar keamanannya terjamin. Kulit yang diawetkan dengan cara ini mampu bertahan 10 hari (Judoamijojo,1981).
Tujuan penyamakan ialah untuk memperoleh kulit bulu yang indah dan menarik. Kerusakan yang dapat menyebabkan botak botak harus dihindari. Penyamakan kulit bulu tidak dilakukan pengapuran karena dapat merusak epidermis dan bulu (Judoamijojo,1981).
Perandaman harus berhati hati dan dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kemungkinan rontoknya rambut. Di sini hanya digunakan air dingin. Periode perandaman bagi kulir bulu yang dikeringkan udara, lebih lama daripada kulit yang digarami kering atau basah.  Maka dapat ditambahkan garam 3-5% didalam airnya untuk mempercepat periode perendaman. Kulit yang besar dapat diinjak injak dengan kaki, diangkat dan digerut daging dengan pisau kulit tumpul. Untuk kulit bulu kecil, larutan garam hanya dinerikan pada muka daging saja untuk menghindari kerusakan bulu.
Pemikelan untuk kulit bulu berbeda dengan kulit tanpa bulu, karena kulit bulu tidak dicelupkan dalam cairan tetapi hanya dilaburkan pada bagian atau permukaan daging kulit yang dihamparkan pada bingkai atau di ayas meja. Konsentrasi pemikelan adalan 3,6 kg garam dan 0,3 kg asam sulfat pada 40 liter air (Judoamijojo,1981). Menurut Thorsense yang dikutip Mustakim dkk (2007), menyatakan bahwa pengasaman dimaksudkan sebagai perlakuan untuk mencapai pH asam yaitu sekitar 2% atau lebih rendah lagi.
Menurut Judoamijojo(1981),  macam penyamakan kulit bulu yaitu menggunakan chrom  dan menggunakan bahan penyamak nabati dan sintetik.

2.1 PENYAMAKAN DENGAN CHROM
Penyamakan chrom dapat diperoleh kulit bulu yang tahan lama, tahan kelembaban serta panas. Sifat kulit bulu chrom ternyata sangat menguntungkan, khusus bagi proses pewarnaan. Kini telah dimungkinkan mewarnai segala macam kulit bulubdengan terlebih dahulu dikerjakan dengan chrom. Bahan penyamak chrom yan digunakan untuk kulit biasa antara lain chrom alum dan garam chrom yang dapat juga digunakan untuk kulit bulu. Metode penyamakn chrom yang disarankan yaitu.
a.       Aplikasi cairan chrom hanya pada muka daging
b.      Pencelupan ke dalam cairan chrom dalam tong (Judoamijojo,1981)
Aplikasi cairan chrom pada permukaan daging hanya dilakukan jika kulit yang akan diproses tidak banyak. Makan konsentrasi cairan chrom menjadi 30 sampai 40 gram chrom dan 60 sampai 100 gram garam biasa dalam tiap 100 liter air.Konsentrasi bahan penyamak yang digunakan dalam tong harus 4 sampai 6 gram garam chrom dan 30 sampai 40 gram garam biasa tiap 1 liter air. Adapun perbandingan antara kulit dan cairan adalan 1 : 10 (Judoamijojo,1981).

2.2 PENYAMAKAN DENGAN BAHAN PENYAMAK NABATI DAN SINTETIK
Penyamakan nabati kulit bulu jika dilakukan tersendiri, tidak akan menghasilkan kulit yang sama kualitasnya dengan yang disamak dengan bahan penyamak lain. Hasil kulit samak nabati biasanya mempunyai cirri-ciri agak keras, tidak berdaya lentur dan tidak supel. Karena itu bahan penyamak nabati jarang dipakai untuk menyamak kulit bulu. Sifat lain yang kurang disukai ialah bahan penyamak nabati akan memberi sedikit warna pada kulit dan untuk pewarnaan lain dapat dilakukn dengan suhu rendah saja.
Tetapi hasil yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan kombinasi bahan penyamak nabaati dan sintetik. Bila yang diinginkan ialah kulit terang, maka lebih baik menggunakan bahan penyamakk sintetik saja. Kulit harus dipikel terlabih dahulu dalam larutan asam sulfat dan garam dapur, dilanjutkan dengan penrisan sentriffugal dan akhirnya harus disamak dalm larutan penyamak sintetik 30o – 40o Bkr. Bahan penyamak sintetik digunakan dengan cara sebagai berikut :
a.       Sebagai penyamak pendahuluan sebalum penyamakan dengan bahan penyamak nabati;
b.      Tercampur dengan bahan penyamak nabati pada waktu proses penyamakan;

Bahan penyamak sintetik diperlikan untuk kulit yang telah dipekel kira-kira 4 – 5 % dari bobot kulit bulu pikel yang telah ditiriskan. Bahan penyamak sintetik yang belum dilarutkan dibubuhkan langsung pada kulit didalam drum, lalu diputar selama 30 menir. Waktu tersebut dianggap cukup sampai tannin diambil seluruhnya oleh substansi kulit. Kulit bulu selanjutnya dicuci bersih dengan air untuk membersihkan garam dan asam berlebih (Judoamijojo,1981).
Peminyakan atau perlemakan liker
Jika waktu penyamakan kulit bulu tidak diberi minyak yang disatukan dengan pasta alum, maka kulit bulu tersebut perludilakukan perlemakan liker. Proses ini dilakukan setelah penyamakn chrom, netralisai, pencucian dan penirisan. Tujuan peminyakan ialah untuk restorasi lemak alami yang telah hilang waktu proses sebelumnya dengan harapan memperoleh sifat supel dan lemas kembali. Bahan lemak yang cocok intuk keperluan ini umumnya berbantuk cairan seperti minyak ikan, minyak mineral, minyak nabati atau juga glyserin yang dicampur minyak. (Judoamijojo,1981).
Sebagian besar minyak tersulfon kini telah menggantikan minyak-minyak konvensional karena minyak tersulfon dapat lebih mudah meresap ke dalam jaringan kulit serta menyebar labih merata. Emulsinya dapat lebih stabil dalam air sadah.
Perlemakan liker biasa dilakukan pada muka kulitnya dan harus dijaga agar tidak mengenai rambutnya. Setelah perlemakan liker, kulit bulu ditumpuk dalam keadaan terlipat sepanjang tulang punggung dan permukaan daging ke dalamselama beberapa jam. Kemudian kulit bulu digantung pada tonggak dalam ruangan teduh cukup ventilasi, dimana suhunya tidak lebih dari 30oC. Kulit tersebut jangan dibiarkan terlalu kering karena masinh memrlkan proses lebih lanjut. Sebaiknya pada waktu dikeringkan sesekali dilakukan peregangan (Judoamijojo,1981).
Perlakuan lebih lanjut adalah pembersihan kulit bulu dari segala kotoran, terutama pada wol atau rambutnya menggunakan serbuk gergaji. Kulit dimasukkan atau dikuburkan ke dalam serbuk gergajo lembab selama 24 jam. Serbuk gergaji lembab akan mengabsorbsi kotoran diantara rambut dan memisahkan rambutnya. Proses selanjutnya ialah pengetunan dengan pisau ketun yang berbantuk setengah bulan atau dengan alat pengetun lutut. Dengan cara ini serat- serat kulit akan terpisah satu sama lain sehingga akan menjadi supel (Judoamijojo,1981).

 BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Penyamakan Kulit Bulu Kelinci
Proses penyamakan kulit kelinci diawali dengan melakukan penimbangan terhadap kulit bulu. Setelah dilakukan penimbangan kulit bulu direndam dalam larutan campuran dari air, teepol dan soda kue. Kulit bulu tersebut diaduk selama 30 menit dan direndam selama 1 malam. Stelah proses perendaman selesai, dilakuka perendaman ulang dengan cairan campuran dari air teepol soda kue dan busen. Proses pengadukan tersebut dilakukan selama 1 jam.
Setelah proses tersebut selesai maka dilakukan bating, yaitu proses penghilangan protein menggunakan oropon. Proses bating dilakukan dengan cara mengaduknya selama 1 jam kemudian dicuci. Setelah proses bating selesai mka dilakukan flesing, yaitu proses penghilangan daging menggunakan pisau. Kemudian dilakukan penguatan bulu menggunakan campuran air dan formalin dengan cara diputar dan direndah semalam. Setelah itu dilakukan proses pengasaman menggunakan campuran dari air, garam, asam semut dan asam sulfat.
Setelah proses diatas selesai maka dilakukan pelapisan dengan paste alum oxide, kemudian shalpeter alum oxide. Setelah selesai kemudian dilakukan retanning dengan campuran air dan syntan dilakukan dengan cara diputar selama1-2 jam dan direndam semalam. proses terakhir ialah peminyakan. (Usmiati S, Cristina W, Djajeng S, 2009)
3.2 Penyamakan kulit berbulu dengan metode nabati
            Tanin adalah bahan yang digunakan dalam penyamakan nabati, prosentase tannin yang digunakan sangat mempengauhi kualitas dari kulit sama baik dari tingakt kelemasan, kekuatan, dan daya serap air. Menurut Mustakim dkk, (2007) rata rata kelemasan kulit kelinci samak berbulu dengan perlakuan prosentase penggunaan tannin sebagai bahan penyamak sebesar 15% memberikan hasil kelemasan yang tertinggi yaitu 5,2 mm, sedangkan rata rata kelemasan yang terendah pada kulit kelinci samak berbulu dengan penggunaan tannin sebesar 25% yaitu 4,3 mm.
Penyamakan nabati kulit bulu jika dilakukan tersendiri, tidak akan menghasilkan kulit yang sama kualitasnya dengan yang disamak dengan bahan penyamak lain. Hasil kulit samak nabati biasanya mempunyai cirri-ciri agak keras, tidak berdaya lentur dan tidak supel. Karena itu bahan penyamak nabati jarang dipakai untuk menyamak kulit bulu. Sifat lain yang kurang disukai ialah bahan penyamak nabati akan memberi sedikit warna pada kulit dan untuk pwarnaan lain dapat dilakukn dengan suhu rendah saja (Judoamijojo,1981).
            Hasil yang lebih baik akan diperoleh dengan metode kombinasi yaitu nabati san sintetik, sesuai dengan pendapat Judoamijojo (1981), yang menyebutkan bahwa hasil penyamakan akan lebih baik jika dengan metode kombinasi nabati dengan sintetik, karena memiliki tingkat kelemasan yang lebih tinggi dan warna yang lebih bagus.
3.3 Penyamakan dengan metode krom
Bahan krom bisa digunakan dengan berbagai dosis antara 6-10%. Penyamakan dengan dosis yang berbeda akan menghasilkan kulit samak yang berbeda baik dari segi kekuatan dan kelemasan. hal ini sesuai pendapat mustakim(2007) bahwa perbedaan pengaruh yang terjadi dalam kekuatan bulu kulit kelinci samak bulu disebabkan oleh penggunaan krom yang berbeda.
Zat krom yang biasa digunakan adalah bentuk korium sulfat basa. Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan mempunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini difiksasikan di dalam subtansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikan sehingga mengakibatkan bertambah besar ukuran partikel zat penyamak krom. Pemakaiannya diperlukan cromosol B=10%. Hal ini sesuai dengan pendapat Oetojo (1991) yang dikutip Mustakim dkk (2007) yang menyebutkan bahwa kerataan bulu yang lebih baik dihasilkan dengan penggunaan Chromosol B sebesar 10%.
Penyamakan kulit bulu dengan krom (chromosol B) dengan kosentrasi 10 % memberikan hasil terbaik kekuatan sobek, kekuatan jahit, penyerapan air, kekuatan bulu dan kerataan bulu (mustakim, 2007)
Berdasarkan data dari literature metode krom memiliki berbagai kelebihan seperti lebih tahan lama, tahan panas dan lebih mudah dalam proses pewarnaan.

 BAB 1V
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
·         Proses pengolahan kulit kelinci agar memiliki nilai ekonomis yang lebih adalah dengan cara peyamakan kulit berbulu yang terdiri dari penyamakan nabati,krom dan sintetik.
·         Penyamakan dengan krom (chromosol B 10%) memberikan hasil yang paling baik, yaitu memiliki kekuatan, kelemasan dan memudahkan dalam pewarnaan.
·         Penyamakan kulit bulu kelinci dengan tannin kosentrasi 15% mamapu menghasilkan kulit samak yang terbaik.
4.2 SARAN
Kulit samak kelinci memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga banyak yang memanfaatkan kulit bulu kelinci untuk disamak. Disarankan lebih berhati-hati dalam  proses penyamakan.





 
DAFTAR PUSTAKA
Judoamidjojo, R Muljono.1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Bandung : Angkasa
Mustakim, Aris SW, Lisa P. 2007. Tingkat Prosentase Tanin Pada Kulit Kelinci Samak Berbulu Terhadap Kekuatan Jahit, Krkuatan Sobek Dan Kelemasan. di dalam Ilmu dan Hasil Ternak. Vol 2, No. 1 :Hlm 26-32
Mustakim, Imam T, Ipik AR. 2007. Tingkat Penggunaan Bahan Samak Chrome pada Kulit Kelinci Samak Bulu Ditinjau Dari Kekuatan Sobek, Kekuatan Jahit, Penyerapan Air dan Organoleptik. Di dalam Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol 2, No. 2 : Hlm 14-25
Sasanadharma, Yansa.1992. Pengaruh Pengawetan Dan Metode Penyamakan Terhadap Sifat-Sifat Kulit Samak Bulu Kelinci Rex .http://repository.ipb.ac.id/bitstream /handle/123456789/10213/Bab%20II%202008nad.pdf?sequence=7. 1Oktober 2011
Suradi, Kusmajadi.2009. Potensi Dan Peluang Teknologi Pengolahan Produk Kelinci. http://etd.eprints.ums.ac.id/2233/1/K100040006.pdf .    1 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar